Tiga Metode Membaca Al-Quran
Pada bulan Ramadhan, semangat dan atmosfer
beribadah kaum Muslimin bertambah. Selain puasa yang sudah diwajibkan, di
sana-sini banyak dilantunkan bacaan Al-Quran, dilaksanakan shalat tarawih,
kegiatan santunan dan buka bersama, serta banyak lagi amalan-amalan masyarakat
untuk menghidupkan Islam dalam suasana Ramadhan. Tentu hal yang sedemikian amat
menggembirakan.
Dari sekian amalan itu, salah satu juga yang paling
diutamakan adalah memperbanyak membaca Al-Quran di bulan Ramadhan. Bulan ini
adalah bulan awal diturunkannya Al-Quran untuk umat manusia, dan meskipun masih
terdapat khilafiyah, sebagian ulama menyebutkan bahwa Nuzulul Qur’an, awal
turunnya Al-Qur’an adalah pada 17 Ramadhan. Tentu saja menyemarakkan Al Quran
adalah pilihan baik di bulan baik ini.
Membaca Al-Quran jelas memiliki faedah dan
keistimewaan tersendiri. Setiap hurufnya, kita tahu, diganjar dengan sepuluh
kebajikan. Setiap seseorang membaca Al-Quran, hal itu telah dinilai sebagai
ibadah. Di masyarakat kita pun rupanya ada yang membaca perlahan-lahan, atau
dengan cara cepat. Di kalangan ulama ahli qiraat Al-Quran, cara membaca
Al-Quran memiliki tiga metode yang biasa diamalkan oleh pembaca Al-Quran.
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam Qowaidul
Asasiyyah fi Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa dalam membaca Al-Quran itu ada
tiga cara.
Pertama, yang disebut tahqiq. Metode membaca
secara tahqiq ini mengusahakan makharijul huruf dan pelafalan huruf hijaiyah
dengan tepat, memenuhi panjang pendeknya bacaan, juga memperjelas hamzah dan
harakatnya. Selain itu, kaidah tajwid terkait izhar, idgham, serta hukum-hukum
lainnya terkait huruf "nun" dan "mim" yang diberi harakat
sukun juga diperhatikan betul. Dan tak lupa dicermati kaidah waqaf, saktah,
juga letak-letak pemberhentian ayat. Dengan cara yang demikian, lisan
dibiasakan membaca Al-Quran sesempurna mungkin.
Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, bacaan
semacam ini dianjurkan betul bagi para pelajar Al-Quran, utamanya di tingkat
pemula. Tujuannya supaya bacaan orang tersebut tidak melewati batas yang dapat
mencederai bacaan Al-Quran sendiri saat kelak sudah lebih lanyah, lancar
membaca Al-Quran.
Kedua, cara membaca yang disebut hadr. Cara
ini mempercepat bacaan dengan memperpendek bacaan-bacaan mad, tetapi tetap
dengan memperhatikan tanda baca untuk menepati tatabahasa Arab dan memantapkan
lafalnya. Cara yang paling sering diamalkan juga adalah mengurangi ghunnah,
atau mengurangi panjang bacaan mad. Yang jelas, bacaan ini tidak mencapai cara
membaca Al-Quran yang sempurna sebagaimana tahqiq.
Ketiga, adalah metode tadwir. Cara ini
merupakan pertengahan antara cara tahqiq yang begitu pelan dan mantap dan hadr
yang begitu ringkas dan cepat. Untuk metode tadwir ini, hal yang terpenting
adalah bacaan-bacaan mad yang tidak dipenuhkan, seperti pada mad ja’iz
munfashil, tidak sampai panjang enam ketukan. Tidak terlalu pelan, tetapi
juga tidak disempurnakan betul.
Hal yang terpenting dari ketiga bacaan itu, adalah
pentingnya memahami tajwid dan pemberhentian baca Al-Quran (waqaf). Tentu di
sekitar kita, baik saat tadarusan, atau khataman Al-Quran, ada yang membaca
Al-Quran dengan cepat, atau pelan-pelan. Sebaiknya bacaan ini disesuaikan
dengan kebutuhan dan target yang ingin dicapai. Semisal pada even khataman,
tentu para hafizh Al-Quran memiliki cara membaca sendiri untuk mengkhatamkan
lebih cepat.
Pun di sekitar kita ada yang mungkin masih belum
lancar dan tergagap-gagap membacanya, hal itu tak menghalangi perolehan
kemuliaan belajar membaca Al-Quran. Asal tetap bersemangat untuk terus membaca,
memaknai, dan memahami Al-Quran, semoga itu menjadi wasilah agar Al-Quran kelak
menjadi penolong di Hari Kiamat. Wallahu a’lam.
0 Response to "Tiga Metode Membaca Al-Quran"
Post a Comment